Lifestyle Gear Up Scooter Culture


Scooter Culture


Penggabungan dua budaya kadang dapat membuahkan satu hasil yang manis. Budaya Timur dan Barat terbukti dapat saling diadopsi dengan cara yang positif. Mungkin, dulu kala budaya Timur yang dimaksud disini lebih bersifat personal, sedangkan budaya Barat dimaksud lebih bersifat nasional. Namun kini gabungan dua budaya tadi mampu bertaut menjadi satu dan bahkan menjadi gaya hidup yang cukup trendy.

Teman-teman yang menamakan dirinya Beat Boys dari Bandung ini contohnya. Mereka berhasil menggabungkan budaya Timur mereka dengan budaya Barat idola mereka dengan media berupa skuter, Lambretta tepatnya. ”Kita suka banget sama Lambretta mayoritas gara-gara orang tua kita dulu juga skuternya Lambretta. Waktu kecil kita sempat ngerasain tuh, diboncengin pake Lambretta. Akhirnya naik Lambretta udah jadi kaya budaya buat kita, hehe” ulas Erwino membuka pembicaraan. Ketika beranjak dewasa, rata-rata mereka juga menyukai aliran musik yang sama, seperti band The Who dan musik sejenisnya. Untuk gaya hidup dan berpakaian pun mereka mengacu pada aliran Mods, suatu sub kultur yang sempat booming di Inggris era tahun 60an. ”Kebetulan banget, kendaraan harian para kaum Mods ini mayoritas adalah Lambretta. Pas banget kan tuh kalo digabungin. Selain pingin mengenang masa lalu yang indah dengan Lambretta, kita juga sekalian mengekspresikan kesukaan kita akan budaya Mods itu,” tambah Erwino yang mengoleksi 3 buah Lambretta dari beragam jenis.

Selain alasan tadi, masih banyak alasan lain mengapa mereka memilih Lambretta sebagai tunggangan favorit mereka. ”Bentuknya unik dan desainnya cantik,” ujar Uda In, pemilik Lambretta LI serie 2 buatan tahun 1959 warna putih ini. ”Selain itu handlingnya juga lebih stabil karena konstruksi mesinnya berada di tengah,” tambah pria yang juga memiliki 6 buah Lambretta dengan berbagai tipe di garasi rumahnya. ”Populasinya juga saat ini lebih sedikit dibandingkan skuter sejenis. Makanya jangan heran kalo naik Lambretta jadi sering dilirik orang, hehe,” ujar Manugh, pemilik 3 buah Lambretta ini.
Secara umum dan mudah, Lambretta ini terbagi menjadi 2 jenis, yaitu besar dan kecil. Selain kapasitas mesin, ukuran body juga menjadi tolok ukur pembeda jenis itu tadi. ”Dibawah 150cc itu biasanya disebut Lambretta kecil, begitu sebaliknya. Kalo dari body, tampilannya sudah langsung kelihatan mana yang besar mana yang kecil,” terang Uda In. ”Jenisnya sendiri kalo yang kecil tuh kaya Cento (100cc), J, Starstream, juga Superstarstream (125cc). Nah kalo yang gede misalnya LI, LD, DL (150cc) dan masih banyak lagi,” ulas Nirawan, pengguna Lambretta J125 berwarna putih kombinasi abu-abu.

Bicara Lambretta yang notabene skuter berumur, faktor ketersediaan spare parts dan perawatan tentulah menjadi hal penting. ”Kalo spare parts masih banyak kok yang jual walaupun jualnya nggak di toko. Kalo ”main” Lambretta, pasti banyak dapat info dari sesama penggemar Lambretta. Baik info tentang parts, aksesoris, bengkel sampai ke info event-event di Indonesia,” kata Erwino. ”Kalaupun sampai nggak dapet barang yang dicari, kita bisa browsing di internet, mulai dari ebay sampai ke situs-situs yang emang nyediain parts untuk Lambretta di luar negeri. Dan masih banyak juga lho yang kondisinya NOS (New Old Stock),” tambah Nirawan. Sedang untuk perawatan, Manugh berujar, ”Perawatannya gampang kok. Basically sama aja kaya skuter atau motor lain.”
Untuk harga skuternya sendiri, tidak ada patokan resminya. Semua tergantung kepada tipe, kondisi, serta jumlah populasi. Namun sedikit tips dari teman-teman ini adalah, sebaiknya jika hendak meminang Lambretta, usahakan minimal sudah dalam kondisi setengah jadi. ”Maksudnya, kalo bisa carinya yang mesinnya hidup dan partsnya lumayan lengkap deh. Usahain jangan yang masih terlalu bahan,” terang Uda In. ”Sama kalo udah dapat skuternya, usahain kenalan dan bergaul sama sesama penggemar Lambretta. Biar ada link kalo butuh info atau bantuan tentang segala sesuatu yang berhubungan sama Lambretta,” tambah Erwino.

Menurut mereka, tak perlu khawatir akan kesulitan yang timbul jika ada keinginan untuk memiliki atau memelihara Lambretta, sebab sesama penggemar Lambretta ini ada satu hal penting tak tertulis yang seolah sudah menjadi suatu budaya bagi mereka.
Hal terpenting itu adalah, rasa kekeluargaan yang sangat kental di antara mereka. Suka duka dirasakan bersama tanpa kenal tempat dan waktu. ”Misalnya motor kita mogok waktu tengah malam, pasti ada aja temen kita yang bisa ditelepon untuk dimintai bantuan. Begitupun kalo kita mau senang-senang, ada juga teman kita yang pasti ikutan. Pokoknya kebersamaan penting banget deh buat kita,” ujar Erwino menutup pembicaraan.

Terbukti, jika diadopsi dengan cara yang positif, penggabungan dua budaya dapat menghasilkan suatu gaya hidup yang tak hanya menarik untuk dilihat dan dinikmati, namun dapat pula menghasilkan satu filosofi yang dapat dijadikan tauladan, yaitu rasa kekeluargaan dan kebersamaan antar sesama.

0 komentar:



Posting Komentar

Genius bulletin
designed by Copyright 2009 erwinfm.